Kemarin,ku masih menikmati senyummu lewat kerut
pipimu, walau tertutup oleh cadar birumu, namun ku masih bisa merasakan
ramahmu. Lewat binar matamu, ku masih bisa berharap akan cintamu.
Ruang renggang disudut kota pernah kita isi.
Disamping ini kan kita saling tersenyum dan menatap? Walau sesaat saja. Karena
ku tahu akan kesucian dirimu, ya aku tahu. Biarlah ku tarik dulu rasaku
untukmu, ku rasa ini belumlah waktunya.
Kemarin ku berjanji pada diriku untuk mengulur kembali
rasaku dan melabuhkan bidukku dilayar matamu, pabila kau tak terima cinta yang
ku persembahkan, kan tersenyum aku, pabila memang itu keputusan terbaik bagimu.
Tapi hari ini ku tak lihat kau berdiri dihadapan
cemara kemarin. Aku mencari keliling, bidik mataku. Hilir mudik jalanan senyap,
yang ada hanya ruang hampa dan rata akan puing-puing bangunan.
Sejenak kota ini terlihat berkabut, alangkah
pekatnya sehingga akupun tak mampu memandangmu diseberang jalan sana. Aku
mengibas-ibaskan sederetan pandangku. Dan aku bisa sampai ditempat biasa kita
bertemu.
Oh.. aku baru sadar. Manusia biadab pasti
hancurkan kota ini, dimana sekarang mereka? Tak berani muncul dan hadapi aku?
Tubuhku pun mengejang, amarahku menguap. Kini tlah ku dengar lirih tangis
disekelilingku dan terperanjat aku melihat sesosok wanita bercadar terseok
berdarah di samping tapak kakiku.
Sekiranya ia masihlah hidup, tapi jantungnya tak
lagi berdetak, nadinya pun tak kunjung berdenyut, nafasnya tak berhembus. Oh
Tuhan terlambat aku, yang ada hanyalah darah yang mengalir tanpa henti, yang ku
calitkan dengan melati putih yang ku rangkai. Yang sebelumnya kan ku
persembahkan untuknya, tapi aku tak lagi bisa, ini sudah terlambat dan ia sudah
berakhir.
Dan aku hanya menggenggamkan jemarinya dengan melati yang ku bawa, walau tak lagilah ia
bisa, ku harap dia yang sebenarnya masih disamping jasadnya dan menyaksikan aku
yang tersenyum pernah mencintainya.
Dan dibalik kota yang berderu ini, aku bangkit
dengan darahnya yang terbalur di lapak tangan, bersama ia yang tak lagi
terlihat oleh mataku. Kami yang telah terpisah oleh tabir, menatap kota yang
berkabut kelabu itu. Sekiranya aku pun bisa menyusulnya dan berada dalam satu
tabir dengan keadaan yang sama, dan Allah menepati janjinya akan kita, sebagai
manusia yang berjihad di jalan-Nya, untuk mempertemukan kita di Surga, yang
telah Ia janjikan. Kasihku…
Meliani
9 Desember 2012
0 komentar:
Posting Komentar