Blogger templates

Selasa, 11 Desember 2012

CINTA DIBALIK GEJOLAK


“Niat sekali kau menantang maut anak muda.” Kata bapak setengah baya kepada Yusuf. Nama aslinya Muhamruddin, biasa dipanggil Pak Ham. Mendengar ucap bapak itu Yusuf menarik nafas tinggi.
          “Daripada di Jakarta saya hanya jadi perusuh sejati.” Katanya tersenyum.
          “Bagus, berarti modalmu kesini modal nekat dan hobi berontak dong?” kata Pak Ham terseyum menyengir kepada Yusuf.
          “Hahaha tapi kali ini tanpa dosa, Pak!”
          “Astaga, ada-ada saja kamu ini.”
Yusuf dan bapak itu terlibat perbincangan yang lumayan panjang, hingga adzan maghrib mengalun disepanjang lintas kota.
***
Imam dihadapan Yusuf telah mengumandangkan adzan menyusul adzan-adzan sebelumnya. Sedangkan Yusuf masih terduduk ditengah-tengah relawan lain yang jauh lebih tua darinya.
          “ALLAHUAKBAR ALLAHUAKBAR ASHADUANLA ILLAHAILLALLAH….” Suara iqomah mengharuskan Yusuf bangun dari pelepasan penatnya, ia pun berdiri disaf paling belakang di samping kiri. Jama’ah-jama’ah yang taat diantara Yusuf memosisikan diri dan meregangkan tubuh sejenak. Sedangkan Yusuf hanya menoleh kiri kanan memperhatikan sikap jama’ah-jama’ah disekitarnya. Namun tiba-tiba
          “DUUUAAAR……….” Suara dentuman hebat membuyarkan konsentrasi para jama’ah yang baru saja mengucap kalimat suci, Allahuakbar. Sontak saja semua yang ada dalam ruangan itu dengan perasaan cemas keluar segera. Terlihat kabut hitam nan tebal dibalik langit yang seperempat menggelap.
          “Allahuakbar… Allahuakbar… Allahuakbar!!!” Teriakkan kalimat suci menggema disudut kota. Terlihat Yusuf yang bergegas menghampiri sumber suara ledakan dan kabut hitam itu, dan mungkin kali pertama baginya melihat puluhan manusia terkapar diantara puing-puing bangunan dengan darah yang terkucur dari tubuh mereka.
          “Allahuakkbar… Ya Allah…” suara wanita lirih disampingnya,Yusuf terbangun dari tatapnya yang semu melihat kejadian dihadapan matanya. Ia kemudian membungkukan badan dan mengangkat wanita itu ke ruang penampungan korban. Satu persatu korban diangkat olehnya dan relawan Indonesia yang lain. Terdapat sekitar 6 korban luka ringan yang ditampung dan dirawat oleh relawan-relawan Indonesia, dan belum diketahui berapa korban meninggal dan luka berat.
          “Yusuf, rawatlah wanita itu.” Ucap Pak Ham memerintah Yusuf yang sedang mengurusi obat-obatan.
          “Mengapa mesti saya, Pak. Lagian pula dia udah mau sadar kok kayaknya,” komentanya sembari menoleh ke wanita berjilbab yang ia tolong tadi.
          “Jadi relawan itu bukan hal lembek. Rawatlah dia karena dia satu-satunya wanita yang kita selamatkan. Lagipula kamu yang paling muda diantara kami.”
Mendengar katanya yang terakhir Yusuf sempat membingung dan terdian sesaat, namun dia tak temukan maksudnya dan ia hanya menghembuskan nafas panjang, tanda menyerah akan keadaan dan sebagai kewajiban yang mulia. Yusuf pun kemudian duduk disamping wanita berjilbab itu dan mengoleskan hidungnya sedikit balsam.
          “Kali aja dengan balsam ini cewe ini bisa siuman, karena aku sesungguhnya tak tau obat mana yang tepat, hehe.” Guraunya dalam hati.
***
          Pagi pertama Yusuf berada di kota yang penuh gejolak ini. Tidur malamnya tak begitu tenang, ada rasa was-was yang sekilas menghantui jiwanya, takut akan serangan tiba-tiba dan ia membayangkan apabila tak lagi pulang ke kampung halamannya.
          “Alhamdulillah…” ucapnya bersyukur mengusap wajah. Yusuf segera bangkit dan bergegas menghampiri pasien berjilbabnya. Terlihat wanita itu masih terbaring, Yusuf memperhatikan wanita itu dengan pandang yang berbeda, tanpa ia sadari bahwa relawan-relawan yang lebih tua darinya memperhatikan tingkahnya.
          “Tidakkah kau solat subuh, Yusuf?” Pak Ham bertanya ditengah kesibukannya mengurus obat-obatan.
          “Hem,,, aku tak begitu biasa subuhan, Pak!” Katanya begitu tenang sembari duduk disamping wanita itu.
          “Biasakanlah!” suara peras dan lembut menyambung percakapan antara Yusuf dan Pak Ham.
          “Kau? Sudahkah kau sadar? Hemm, bisa bahasa Indonesia? Dirimu?” Tanya Yusuf terputus-putus sedikit terkaget dengan wanita berjilbab itu.
          “Tak perlu ku jawab, solatlah!” katanya terus menyuruh Yusuf untuk solat, bibirnya yang manis tersenyum bersahabat kepada Yusuf. Karena Yusuf orangnya tak mau terlalu banyak mendengar kata perintah, ia pun menyerah dan segera berwudhu kemudian solat.
          Seusainya Yusuf kembali menemui wanita itu. Wanita itu membuat ia penasaran. Ia mendapati wanita berjilbab itu sedang berdiri mengurusi makanan.
          “Alhamdulillah…” gumamnya dalam hati melihat kesembuhan wanita yang ia tolong kemarin.
          “Makanan buat apa itu?” Yusuf mendekatinya namun tak ada jawab dari wanita itu. Ia tetap sibuk dengan urusannya.
          “Huh…!” Desah Yusuf sedikit jengkel.
          “Namamu siapa?” Yusuf kembali bertanya, namun lagi-lagi tak ada jawaban. Ia sibuk mengagkat satu per satu baki berisi makanan di meja obat. Padahal dalam hati Yusuf sangat mengharapkan jawabannya dan mengharapkan suaranya yang lembut menjawab segala Tanya Yusuf.
          “Namaku Khalizhah Azhara Arini Widiantoro.” Dengan tiba-tiba ia menghampiri  Dengan tiba-tiba ia menghampiri Yusuf yang tiada henti membidikkan pandang padanya. Mendengar nama wanita itu, Yusuf menaikkan sebelah alis matanya. Wanita itu malah terkekeh melihat respond Yusuf.
          “Heh,, panggil saja aku Izah.” Sambung wanita itu.
          “Aku Yusuf.” Katanya mengulurkan tanganny. Namun jauh dari harapan wanita itu pergi begitu saja dari hadapannya.
          “Anak muda..” Kata Pak Ham menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.
***
          Yusuf terlihat berbunga-bunga, terbukti sedari tadi ia tersenyum tanpa kejelasan di bibir pintu kamar korban gejolak kemarin. Sedari tadi ia melirik gerak-gerik Izah, sepertinya Yusuf benar-benar menyimpan rasa kepadanya.
          “Kenapa dari tadi kau memperhatikanku? Apa ada yang aneh dariku? Apakah kiramu baik relawan terdiam tersenyum dibibir pintu?”
          “O… Oh sorry, tidak, tidak ada yang aneh. Hemm apa kamu relawan?” Yusuf terbatah akan komentar Izah yang lumayan pedas.
          “Bisa dibilang, sejak dari dua tahun yang lalu aku sudah berada disini. Aku kira kemarin aku akan mati. Dan sejak kemarin bertanya tentang keberadaan anakku.” Katanya tertunduk.
          “Anak? Kau punya anak? Yusuf terkejut mendengar kata yang diucap Izah, dia kira Izah masihlah gadis.
          “Heh,, maksudku anak angkatku, dia yatim piatu makanya aku angkat. Jangan kau fikir ku sudah puunya suami.” Jelas Izah sedikit terkekeh.
          “Huh, ku kira.” Yusuf menghembus nafas tenang. Izah malah menggelengkan kepala. Yusuf tak menyangka segitu baik wanita yang dianggapnya cuek itu. Dari perbincangan itu, hati Yusuf kian mengguncang, ada rasa yang berbeda dalam hatinya akan Izah.
          Mereka kembali menyelesaikan tugas masing-masing, seusainya barulah mereka memilih untuk duduk di kursi panjang di teras sejenak. Izah menjaga jarak duduknya dengan Yusuf. Wanita berjilbab itu mungkin terlalu lugu dimata Yusuf, karena Yusuf tak begitu mengerti aturan agama. Yusuf melirik jarak duduk antara dia dan Izah. Kemudian menunduk sedikit kecewa. Tapi Izah tak henti terkekeh melihat tingkah Yusuf yang seperti anak SMP yang baru jatuh cinta, malah ntah sudah berapa gelengan kepala Izah karena sikap laki-laki disampingnya yang menggelitiknya.
          “Yusuf… Yusuf…” cetusnya menggelengkan kepala.
          “Kenapa aku, Mbak?” Yusuf bingung
          “Apa katamu? Mbak?” Izah membelalakang mata.
          “Iya mbak, kenapa? Umurku pasti lebih dewasa dariku, ya kan? Umurku masih 18.”
          “Hahah aku masih 17 tahun. Hayooo tuaan siapa? Kata Izah sedikit mengejeknya.
          “Ha? Apa? Tapi ku lihat sikapmu jauh lebih dewasa daripada aku.”
          “Karenna kau lahir dari keluarga yang senang.” Izah sedikit menyindir.
          “Keluarga? mereka sibuk, maka dari itu aku jadi wong berandalan, dan itulah titik kebahagiaanku.”
          “kalau kau disini atas kemauan sendiri kan? Aku dipaksa dari bapakku ke sini, dia mau tau seberapa jagonya aku kalo udah ngadepin tentara Israel, karena aku selalu mempermalukan orangtuaku, jadi biangkerok di kampong dan jadi provokator tawuran.” Jelasnya tak mau kalah. Mendengar cerita Izah tentang dirinya sendiri Yusuf meneguk liurnya. Namun setelah itu rasa didada Yusuf semangkin bertalu-talu dan berapa lama sudah rapa lama sudah Yusuf mencari wanita yang bersifat seperti Izah.
          “Oh Ya Allah, untuk pertama kali hamba-Mu yang bodoh ini merasakan getaran cinta, izinkan aku mencintai wanita ini Ya Allah, dan berikan kekuatan kepadaku untuk menyatakan rasaku inii padanya. Sunnguh aku tak berdaya tanpa campur tangan-Mu Ya Allah Yang Maha Cinta.” Do’anya dalam hati. Yusuf sejenak terbungkam dalam senyumannya seehingga baru ia sadari bahwa ada serangan Israel di perumahan tak jauh dari tempat mereka. Disekitar penampungan korban memang paling rawan akan serangan.
          Perempuan berjilbab itu spontan berlari, dengan mengangkat sedikit roknya untuk mempermudah diri berlari. Sontak saja Yusuf yang sedang dalam setengah sadar terkejut dan segera menyusul Izah. Terlihat sudah berpuluh pemuda Palestina berucap,
          “Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar.” Dengan lantangnya dengan semangat yang menggebu.
          “Hey Izah!!! Jangan menantang maut!!! Kau masih muda.” Teriak Yusuf ditengah kegaduhan
          “Tak usah kau banyak bicara , aku begini dijalan-Nya, bukan seperti yang ku katakan tadi.” Teriak Izah nyaring. Yusuf hanya mengalah dan membuntuti geraknya, karena ia bingung apa yang kan ia lakukan, karena ini adalah kali pertama ia melihat gejolak yang segini parahnya. Terlihat Izah mengangkat anak-anak dalam perumahan itu satu  persatu, dibawanya ke tempat pembuangan akhir dibelakang perumaha itu. Yusuf membantunya dengan perasaan was-was hingga sekitar 6 anak berhasil mereka selamatkan, dan 2 anak lagi sedang mereka gendong, namun sayangnya  aksi baik mereka dipergok tentara berseragam dan bersenjata Israel. Izah dengan keras memukul tentara itu begitupula Yusuf, tapi apadaya mereka hanya berdua dan tak membawa sepatahan jarumpun, sedangkan tentara itu berjumlah 5 orang dan bersenjata api. Akhirnya Yusuf dan Izahpun dibidikkan oleh mereka dengan senjata aoi tepat di depan dada mereka.
          “Mungkin ku kan habis hari ini, Izah. Semoga kau selamat.” Ucap Yusuf lirik setengah berbisik. Karena tentara itu tak miliki persaan kemanusiaan sama sekali Yusuf dan Izah ditembak secara bersamaan,kemudian mereka melacak dimana anak-anak disembunyikan.
Yusuf dan Izah tumbang, terbaring dengan darah yang kian mengucur, air mata mereka saling tertepik.
          “Izah, de.. dengar aku.” Ucap Yusuf terbatah menahan perih. Tangannya mendekap pelan tangan Izah yang terkulai lemas.
          “Apabila nafasku tinggallah disini,…” sejenak ia terdiam
          “Izah, sejujurnya aku menyimpan rasa denganmu, aku mencintaimu.” Jelas Yusuf lirih, matanya tak henti mengedep menahan sakit. Mendengar ucapan  Izah menolehkan wajahnya kearah Yusuf dan menatapnya lembut. Senyumnya yang berat masih tersirat dan seakan dipersembahkannya hanya untuk lelaki itu seorang.
          “Izinkan aku mencintaimu, Izah. Hanya un.. untuk satu menit ini.” Suaranya kian melemah.
          “Ku harap kau bisa menganggapmu sebagai lelaki yang pernah mencintaimu seuumur hidup.” Sejenak ia menarik nafas untuk kata-kata berikutnya.
          “Semoga suatu saat nanti Allah mempertemukan kita, sayang.” Inilah kata terakhirnya . Yusuf tak lagi bernyawa,
 Di Palestina yang penuh gejolak dan penuh duka untuk pertama kali Yusuf mencintai seorang wanita. Ia tak lagi bisa diselamatkan, namun Alhamdulillah Izah masih bisa sadar setelah 2 hari tertidur setelah kejadian itu.
“Cinta, bilamana ku tahu tak mesti ku miliki insannya, namun jiwanya kan selalu ada untukku. Tak banyak kisah yang kita lalui, namun saat terakhirnya membuatku menyadari arti besar dalam cinta. Dan Ya Allah Yang Maha Cinta, sebagaimana kau mencintai umat-Mu, semoga suatu saat nanti kau mempertemukan aku dan ia di surga-Mu yang indah.” Gumam lirihnya dalam hati, terkenang kisah singkatnya bersama sang kekasih hati, Yusuf. Namun semenjak kehadiran dan kepergian Yusuf dalam hidupnya, Izah semakin bersemangat berjihad dijalan-Nya dengan hati yang selalu berharap agar bisa dipertemukan dengan kekasih seumur hidupnya.

______________TAMAT_________________

0 komentar:

Posting Komentar