Blogger templates

Selasa, 27 November 2012

Demi Aku


“Tuhan, ma’af ku harus rehat dari kisah hidup ku yang menyakitkan ini. Bintang ma’af ku harus tinggalkan bekas telunjuk ku yang pernah tertunjuk pada mu, purnama ma’afkan aku yang tak bisa menjaga bulat kasih ku.Malam bawaku kedalam dunia yang dapat membuatku menggapai semua angan ku.Angan ku tuk bahagiakan bidadari kecilku.Dan angin, mohon bawaku melayang jauh darinya, dan berilah ia kasih yang sejuk, sesejuk cinta yang kau beri kepada umat-umat  yang berbahagia di dunia ini.
            Sayang, ma’afkan kakak mu yang bodoh ini, yang tak bisa menjaga mu dan membahagiakan mu sesempurna yang kau mau.Bidadari kecil ku, kakak bukannya tak lagi menyayangi mu, tapi kakak harus mencari bahagia demi dirimu, sayang. Jangan fikir kakak tega dan jahat akan dirimu, tapi memang ini yang harus terjadi.
            Bidadari keci ku, jaga dirimu baik-baik ya, sayang.Jangan pernah cari di mana kakak.Suatu saat kakak akan kembali, jika kakak sudah punya uang banyak, dan bisa membahagiakan adek.”
Dari : Kakakmu, Randi
Untuk : Adekku tersayang, Putri
           
Surat itu, yang bertuliskan kata-kata sederhana, yang mengguncang dasar batinku yang paling mendasar.Tinta yang hampir memudar dari lipatan kertas yang kusam dan sedikit terbasahi embun.Aku seakan mati dalam bayang-bayang semu kehidupan yang terbelut beribu derita dan tak habis oleh zaman. Tuhan, cobaan apa lagi yang kau berikan untuk Hamba-Mu yang lemah ini. Aku harus kehilangan keluarga ku.Malamini, malam yang gelap tiada berbintang ini, aku harus merasakan guncangan derita yang hebat.Mengapa ku harus kehilangan butir-butir indah bahagiaku?Sudah ku kehilangan kedua orang tua ku, mengapa ku harus ditinggalkan oleh kakak ku?Orang yang menemaniku setiap hari, memberikan motivasi untukku, agar selalu menjadi manusia yang tegar, mengapa, mengapa Ya Tuhan?
“Ini tak boleh dibiarkan, jalan terbaik ku harus bertindak, apa pun yang terjadi ku harus mencari kakak ku, harus!” kata ku dengan menghapus air mata yang mengalir dan segera meninggalkan gubuk ku yang hampir rubuh.
            Jalanan menyepi, seiring bergulirnya waktu di malam ini, gelap semangkin menyekap jiwa ini.Rasa takut yang terkadang menghantui menjadi tiada berkutik.Kemauan keras ini tak bisa di matikan oleh apapun itu.Seiring banyaknya langkah yang hilang arah ini, badan menjadi loyo, jalan pun tertatih, dan letih pun tak terbendung. Kantuk meresap cepat, mata menyipit dan inginkan segera terlelap dan bermimpi, tapi tiba-tiba “Duar!!!” ntah apa yang terjadi. Badan ini sakit tak kepalang, membuka mata pun serasa tak kuat lagi.
“Nak, nak..”Seseorang menepaki pipiku dengan pelan, mata ku membuka perlahan walau sedikit buram.“Aku, aku dimana, Pak? Kaki ku sakit, aw… badan ku ngilu, apa yang terjadi? Tempat ini putih, surgakah ini, Pak?Dan bapak sebagai malaikatnya, ibu itu sebagai bidadarinya?”Gumamku dengan berjuta pertanyaan dan menunjuki sepasang wanita dan laki-laki paruh baya dihadapan ku.“Kamu di rumah sakit, Nak. Tadi kamu ketabrak mobil ibu ini.” Jawab bapak itu dengan menunjuk ibu berjilbab di sampingnya.Aku pun merenung, memandangi langit-langit ruangan yang putih bersih, isak tangis ku tak bisa tertahan lagi.Ini menjadi beban derita yang sangat pahit bagiku.“Tuhan, apa yang kau mau dari diriku ini, bukannya aku menantang takdirmu, tapi aku tak mengerti ini hidup?Aku seakan menjadi manusia yang paling menderita di dunia ini, insan yang tiada berguna ini menjadi semangkin terhina. Ya Tuhanku beri jalan dan petunjuk untukku agar selalu tegar menghadapi apa yang kau limpahkan ini. Amin” Aku memejamkan mata seraya berdo’a dengan nikmat dan tak mempedulikan mereka yang tertunduk dan meneteskan air mata melihatku dan mendengar setiap butir do’aku.
            Ada sesuatu yang berbeda ku rasakan, kakiku amat sakit mengilu-ngilu sedari tadi.“Pak kaki ku kenapa?” tanyaku tenang, menatap bapak itu yang tertunduk, wajahnya menegang, aku mengerutkan kening tak mengerti.Aku pun mengalihkan pandangan ku dan mencoba perlahan membuka selimut yang menutupi kaki ku.“Kenapa kaki ku?Kenapa kalian lipat kaki ku?”Aku pun panik dan menatap wajah mereka yang tertunduk, ibu berjilbab itu pun menepikkan air mata. Aku tak mengerti apa yang terjadi pada ku. Tangan lembut ibu berjilbab itu perlahan menggapai kepalaku dan mengelusnya sembari berkata, “Anak manis, ma’afka ibu ya. Kaki mu terpaksa harus di amputasi.Tulang betis mu hancur dan tak bisa lagi di perbaiki, Nak.” Dub… jantungku seakan berhenti berdetak, nadiku seakan berhenti berdenyut, mata ku mengarah ke satu pandangan. Badanku melemas dan kaku mendengar kata yang ibu itu ucapkan.“Nak…” sapanya pelan membangunkan ku dari lamunan ku. “Sudahlah mungkin semua derita ini harus aku emban, walau pun berat dan menyakitkan. Kakak ku pernah bilang kalau Tuhan tak kan pernah memberikan suatu cobaan di atas kemampuan umat-Nya.” Aku pun mencoba tegar dan menerima. “Bu, aku butuh tongkat.” Pintaku seraya bangkit dari tempat tidur itu. “Dan izinkan aku mencari sosok yang ku cintai sekarang.”Aku pun beranjak dari ruangan itu dan meninggalkan ibu dan bapak yang tak ku kenal berdua di ruangan putih itu.Mereka tak menghalangi mauku dan hanya tercengang melihat kelakuan ku.
            Hari ini ku berjalan dengan diri yang baru, dengan organ tubuh yang tak lengkap lagi, dengan kebahagiaan yang tak lagi sempurna dan sekarang aku tak tahu harus kemana mencari sosok kakakku yang dahulu pernah mengisi kesempurnaan bahagiaku walau terkadang duka dan derita yang tiada henti kami lawan.
            Mentari seakan menangis melihat segala derita yang terpancar dari batin dan jiwa ku.Tapi manusia-manusia yang ada hanya menatapku tanpa pernah menyapa dan mempedulikan ku.Tapi ya sudah, karena bukan itu yang ku mau, tapi tugas ku sekarang hanyalah untuk mencari kakakku terkasih yang meninggalkan ku tanpa mempedulikan keadaanku.
“Eh buntung, busuk banget sih lu?” terdengar suara seseorang menghinaku. Aku pun hanya diam dan tak menghiraukan.“Eh buntung!!!Punya kuping gak sih?Lutuh busuk jadi please deh agh minggir dari sini!” Aku masih tetap diam dan mencoba tuk menenangkan diri agar tidak emosi tapi tiba-tiba, “Plak” pipiku memerah di tampar oleh manusia tak berkemanusiaan itu. “Eh kau jangan buat masalah ya sama aku!” bentak ku dengan menunjuk wajahnya dan menatapnya sadis.
“Eh, eh lu bukannya anak pejabat kaya itu kan? Putri lu Putri kan? Hahahahaha Putri, bapaknya pejabat kaya, ibunya desainer terkenal itu jadi anak jalanan yang baunya busuk dan kakinya buntung? Haa apa gue gak mimpi?”
Nggak kau takmimpi sama sekali.Ini bener gue Putri yang sekarang jadi anak jalanan dan menjadi orang buntung seperti yang kau bilang tadi. Tapi aku mohon sama dirimu wahai Ratu Penghina, jangan pernah kau hina aku lagi karena aku bosan mendengar hinaan mu dari dahulu aku masih satu sekolahan sama dirimu sampai sekarang ku menjadi anak jalanan dan kehilangan kaki ku. Cukup sudah deritaku jangan kau tambah beratkan.”
“Gue puas melihatmu menderita, sudah terlalu puas gue, Put. Hahahahah.”
Aku pun beranjak dan meniggalkan ia yang sedang berbahagia di atas derita yang aku rasa saat ini. Cewek kaya yang sombong dan tak pernah menghargai orang lain. Itu lah dia, Viola Si Rayu Penghina.
            Hari semangkin panas, jalanan menyepi di tempat kumuh yang ku lalui.Cukup jauh ku berjalan sampai saat ini di perkampungan kumuh yang amat kumuh.Selintas fikiranku kembali tertuju kepada orang yang kucari.Mata ku melirik ke seluruh penjuru mencari sosok itu. Tapi mungkin dia tak ada di sini apa salahnya ku lanjutkan perjalanan ku, demi kakakku.“Hai cewek buntung.Mau kemana?Hahaha...” suara parau laki-laki menyapa ku dengan tidak bersahabat.Aku pun getir menoleh ke belakang, jangan sampai sesuatu terjadi lagi.kulihat dirinya dari bawah sampai atas, aku mengerutkan kening melihat wajahnya, dank u rasa aku mengenalnya. Ku mencoba mengingat tajam. “Kakak???” aku berteriak girang,bahagia menyelimuti batin ku yang pernah terlindas akibat kepergiannya dari rumah. Aku pun spontan memeluk tubuhnya yang berbau arak menyengat hidungku. Namun, dengan keras ia mlepaskan pelukan ku hingga ku terjatuh d tengah jalan itu. “Apa kata kau buntung!Aku tak punya adek yang buntung seperti kau.Adek ku cantik, normal bukan buntung seperti kau!” bentaknya menyayat hati ku yang baru saja berbahagia.
“Tidak, kau benar kakakku, Randy.Iya kan?”
“Iya aku Randy tapi aku tak punya adik buntung!”
“Kau benar kakakku, Putri kecelakaan kak.”
“Banyak omong kau!” matanya memerah, aku pun meneguk liurku, jantungku berdetak cepat aku takut ia melakukan sesuatu yang tak aku ingini. Tangannya yang menggenggam botol minuman berwarna hijau itu pun menaik, tiba-tiba “Daaarrr!!!”Botol itu di pukulkannnya ke kepalaku dengan emosi.Ku lihat serpihan beling berhamburan di sekitarku.Aku pun mencoba tuk berdiri dengan segala tenaga yang ku punya dan mencoba tuk mengejar orang tadi sampai batang hidungnya pun tak terlihat lagi.Pasrah sudah diriku, kepala yang di lumuri darah ini sakitnya bukan kepalang.Rasanya sudah menguasai seluruh badanku.Kesadaran telah lenyap di tengah jalan di tempat kumuh ku terbaring saat ini.
° ° ° ° ° ° °
Sinar mentari pagi tepat menerpa wajahku, mata ini perlahan membuka walaupun sedikit memberat, ntah apa yang telah terjadi lagi pada diriku. Ku lihat diriku terbaring di tempat tidur empuk yang sudah lama tak ku rasakan.Mataku melirik kesegala penjuru ruangan itu.Aku merasa tak kenal dan tak pernah ke tempat seperti ini.
“Dimana ini?” tanyaku kebingungan. Tiba-tiba sesosok wanita berjilbab mendekatiku, ia membawa perban dan betadine ntah untuk apa gerangan. “Kamu di rumah ibu, Nak. Masih kenal kan sama ibu?” aku pun berfikir dank u rasa aku pernah bertemu dengan orang itu tapi tak tahu kapan dan dimana. “Ibu Nak, yang di rumah sakit itu, ingat kan?” sambungnya mengingatkan bahwa aku pernah bertemu dengannya.
“Oh iya ingat, iya Putri ingat.Tapi kok bisa Putri ada di rumah ibu?”Tanyaku lagi bingung.
“Ibu nemuin kamu di tengah jalan, Nak.Waktu ibu mau ke tempat anak-anak jalanan, ibu terkejut liat ada anak tergeletak di tengah jalan, langsung aja ibu bawa ke dokter setelah di periksa ibu rawat kamu di rumah ibu.Kamu tau gak kamu tuh 7 hari gak sadarin diri, satu minggu sayang.”
“Apa???Satu minggu, bu? Ibu gak bohong kan?” aku terkaget mendengar kata-katanya tadi.
“Iya satu minggu.”
Aku pun segera bangkit dan kembali teringat akan tugasku untuk mencari kakakku. “Kamu jangan terlalu banyak gerak, Nak” katanya menegahiku.“Tapi bu, Putri harus segera pergi, seharusnya selama satu minggu Putri gak sadarini diri, Putri udah bisa nemuin kakak Putri, bu.”
“biarlah ibu bantu sayang. Nanti kita cari kakakmu sama-sama ya, tapi kamu harus istirahat dulu, keadaanmu belum begitu membaik sayang.”
“Nggak bu, Putri harus ngencari kakak sekarang. Niarlah Putri sendiri bu. Putri beterimakasih banget sama ibu yang udah nolongin Putri, ngerawat Putri, Putri gak mau banyak-banyak ngerepotin ibu, Izinin Putri ngencari kakak sendiri ya bu.”
“Putri, kamu tuh udah ibu anggap kayak anak ibu sendiri sayang, ibu kasihan sama kamu. Ok sekarang ibu izinin kamu tapi janji kamu gak bakalan kenapa-kenapa lagi ya sayang dan janji kalo kamu udah ketemu sama kakak kamu kesini lagi ya, bawa kakakmu kenalin sama ibu. Ibu sayang sama kamu nak, anggap saja ibu ini orangtuamu ya nak.” Kata-katanya menggergarkan batinku, rupanya didunia ini masih ada orang yang menyayangi aku dan didunia ini aku tak sendiri, ada saja malaikat yang dititipkan oleh-Nya untukku.Aku pun memeluk erat ibu baruku dan menangis dipelukannya.
“Bu, Putri pergi dulu ya, do’ain Putri biar bisa ketemu sama kakak.” aku pun berpamitan dengannya dan menyalami tangannya dan segera melangkah dengan ambisi-ambisi yang masih utuh.
            Pusat panas tepat diatas pusat kepalaku, berat langkah mulai terasa bersama dahaga yang mencekik. Aku pun mencoba tuk beristirahat di got pinggir jalan yang teraliri air comberan dari perumahan masyarakat sini. Aku pun merenung dan terdiam sendiri menghilangkan semua lelah yang tercipta.“Byuuur!!!” tiba-tiba seseorang mendorong ku hingga kaki dan celanaku basah tercebur didalam air comberan yang ada didepanku.Ku liah orang yang jail itu lari sembari terkikik tertawa melihat ku basah oleh air kotor.Aku ingat dia, dari belakang badannya ku tahu dia, siapa lagi kalau bukan Ratu Penghina, Viola yang memusuhiku sejak dari dulu.Aku pun hanya mengelus dadaku, mencoba bersabar karna ku tak mau ada kerusuhan.
            Hingga kering basah di badanku, aku masih duduk manis disini memandang tembok rumah orang. “Hai manis, sendiri?” suara laki-laki menyapaku lembut, aku pun melalakan mata dan takut tuk menoleh kearahnya.“Aku takut di tempat kumuh seperti ini biasanya banyak orang jahat, uhu jangan sampai” gumamku dalam hati. “Jangan takut, aku orang baik-baik kok.” Katanya seakan tahu isi fikiranku sekarang. “Namamu siapa?” Tanya ku seraya melihat wajahnya,
“Oh namaku Reza, panggil aja Eja.”
“oh hai Eja, aku Putri.” Kataku sembari menyulurkan tanganku kepadanya dan dijabatnya kembali.
“kamukok bisa jadi kayak gini, Put?” tanyanya dengan mengerutkan keningnya dan menatapku tajam
“Iya aku tuh lagi nyari kakakku, sudah berapa minggu aku ngencari dia gak ketemu-ketemu.Pas seminggu yang lalu aku nemuin dia disekitar sini lagi mabuk. Pas aku samperin dia gak mau ngakuinkalo aku ini adeknya, gitu Ja”
“Nama kakakmu siapa, siapa tahu aku kenal sebab kita disini kenal satu sama lain.”
“oh nama kakakku Randy, kamu kenal gak?”
“Randy, Randy, oh… Randy yang badannya tinggi besar itu kan?”
“Ha, iya itu Randy kakakku.Sekarang dimana dy dimana?” kataku mendesaknya agar dapat member tahu dimana kakakku.
“Sekarang kau ikuti saja aku.”
Panas tak lagi terasa, keinginanku untuk menemui kakakku memang tak terkalahkan oleh apapun karna rindu ini sudah terlalu mendaging.Suara gitar yang dimainkan anak itu memecah kseheningan jalan ditempat kumuh ini.Terlihat dari gerak-geriknya dia seakan terlihat santai sedangkan aku, keinginanku menggebu-gebu agar cepat bisa bertemu dengan kakakku yang tak pernah ku temui lagi setelah beberapa minggu terakhir ini.
“Masih lamakah perjalanan ini, Ja?” tanyaku setengah kelelahan mengikuti jalannya yang tak tahu masuk ke gang sana gangsini entah berentah.
“Ini udah sampai, itu kau temui lah kakak kau di dalam rumah kardus itu.” Suruhnya sambil menunjukan jarinya kesebuah rumah berdindingkan kardus bekas. Aku pun perlahan melangkah dan tak percaya kalau kakakku saat ini berada ditemapat sedemikian kumuh, lebih kumuh dibandingkan rumahku dan dia. Perlahan ku buku pintu yang terbuat dari karung bekas itu, di pandang mataku di rumah yang amat pengap itu terdapat sesosok orang yang aku kenal yang sedang menuliskan sebuah nama di dinding kardus rumahnya itu.
“PUTRI” tulisan namaku yang tertulis dengan menggunakan arang hitam. Aku pun menepaki punggungnya dengan lembut dan melihat wajahnya untuk memastikan dia benar kakakku apa bukan. Badannya bergetar saat menatap mataku, ia pun terpejam dan tak sadarkan diri walau hanya beberapa menit. “Kakak…” teriakku sekeras mungkin hingga ia yang baru tersadar pun sontak terperanjat. “Adek? Ini benaer Putri adek kakak?” ia memegang wajahku dengan lembut dengan air mata yang tercucur.
“ Iya kakak ini bener  Putri. Kakak kenapa sih jahat sama Putri, kakak tinggalin Putri berapa lama sudah kak? Putri sendiri ngenderita tau gak sih kak?”
“Iya sayang kakak minta ma’af kakak salah, kakak cuman mau mencoba nyari duit buat bahagiain kamu.”
“tapigak gitu caranya kak, Putri gak butuh duit, Putri tuh bahagia karena kakak, karena orang yang Putri sayangi.”
“Ma’af dek, ma’af banget, kakak khilaf.Sekarang kakak mau Tanya, kenapa kaki adek?Kepala adek?”
“Putri ketabrak mobil kak, pas mau cari kakak.Kepala Putri kakak pukul pakebotol miras pas kakak mabok.”Jelasku menundukan kepala.Ku lihat kakakkku tanpa kata, dia terdiam mungkin aku salah berkata, aku terlalu jujur sehingga membuatnya merasa amat bersalah.
“Dek, kakak yakin, kakak gak mungkin nerima ma’af dari adek, kakak udah terlalu buat adek ngenderita.Kakak sadar kakak salah, sekarang adek boleh hukum kakak, kakak terima sayang.”
“OK kak aku hukum kakak.” Kataku sambil melempar senyum panas kepadanya.
“Apapun hukumannnya kakak terima dek, apapun!”
“Hukumannya adalah, kakak harus jaga Putri dan gak boleh kabur-kabur gak jelas lagi.”
“OK kakak terima, sekarang kita pulang ya sayang.”
Aku pun kembali melangkah bersamanya, walaupun aku tak lagi punya ibu dan ayah yang membesarkarkanku dengan kemewahan saat dulu, tapi sekarang ku mempunyai kakak yang menjadi orang tua pengganti yang dapat mengajarkanku sesuatu tentang kehidupan yang keras adanya.



           
                                                                                                                                                                                        

Rabu, 21 November 2012

--Tentangmu, Pahlawanku--

Kau bentangkan semangat kobarkan tekad,
Derangi kabut hitam, ratakan gundukan derita kala itu,
Dilanda manusia tanpa adab,
Terkadang engkau terpintal namun tak kunjung jua binasa,
Patahan bambu menjadi saksi yang bisu,
Ganasnya mereka yang tak punya hati,
Bersimpuh engkau dalam dunia yang bergemuruh,
Segala gaduh beradu dalam kederuan jagad...
Kau labuhkan diri di padang ilalang,
Terhampar perihmu di dalam belantara yang merapuh,
Darah mu seakan memijar memancar dari besitan senjata,
Dirimu pahlawan ku, menjadi kenangan dalam keharuan...
Kami sadar akan mimpimu,
Mimpi besarmu wahai pahlawan ku,
Tekad kami membulat tuk wujudkan itu bersama,
Diiringi doa kamu atas segala perjuanganmu,,
Pahlawan ku..

Melia,
10 Nopember 2012,
12.39