“Tuhan,
ma’af ku harus rehat dari kisah hidup ku yang menyakitkan ini. Bintang ma’af ku
harus tinggalkan bekas telunjuk ku yang pernah tertunjuk pada mu, purnama
ma’afkan aku yang tak bisa menjaga bulat kasih ku.Malam bawaku kedalam dunia
yang dapat membuatku menggapai semua angan ku.Angan ku tuk bahagiakan bidadari
kecilku.Dan angin, mohon bawaku melayang jauh darinya,
dan berilah ia kasih yang sejuk, sesejuk cinta yang kau beri kepada
umat-umat yang berbahagia di dunia ini.
Sayang, ma’afkan kakak mu yang bodoh ini, yang tak bisa
menjaga mu dan membahagiakan mu sesempurna yang kau mau.Bidadari kecil ku,
kakak bukannya tak lagi menyayangi mu, tapi kakak harus mencari bahagia demi
dirimu, sayang. Jangan fikir kakak tega dan jahat akan dirimu, tapi memang ini
yang harus terjadi.
Bidadari keci ku, jaga dirimu baik-baik ya, sayang.Jangan
pernah cari di mana kakak.Suatu saat kakak akan kembali, jika kakak sudah punya
uang banyak, dan bisa membahagiakan adek.”
Dari : Kakakmu, Randi
Untuk : Adekku tersayang,
Putri
Surat itu, yang
bertuliskan kata-kata sederhana, yang mengguncang dasar batinku yang paling
mendasar.Tinta yang hampir memudar dari lipatan kertas yang kusam dan sedikit
terbasahi embun.Aku seakan mati dalam bayang-bayang semu kehidupan yang
terbelut beribu derita dan tak habis oleh zaman. Tuhan, cobaan apa lagi yang
kau berikan untuk Hamba-Mu yang lemah ini. Aku harus kehilangan keluarga
ku.Malamini, malam yang gelap tiada berbintang ini, aku harus merasakan
guncangan derita yang hebat.Mengapa ku harus kehilangan butir-butir indah
bahagiaku?Sudah ku kehilangan kedua orang tua ku, mengapa ku harus ditinggalkan
oleh kakak ku?Orang yang menemaniku setiap hari, memberikan motivasi untukku,
agar selalu menjadi manusia yang tegar, mengapa, mengapa Ya Tuhan?
“Ini tak boleh
dibiarkan, jalan terbaik ku harus bertindak, apa pun yang terjadi ku harus
mencari kakak ku, harus!” kata ku dengan menghapus air mata yang mengalir dan
segera meninggalkan gubuk ku yang hampir rubuh.
Jalanan menyepi, seiring bergulirnya waktu di malam ini,
gelap semangkin menyekap jiwa ini.Rasa takut yang terkadang menghantui menjadi
tiada berkutik.Kemauan keras ini tak bisa di matikan oleh apapun itu.Seiring
banyaknya langkah yang hilang arah ini, badan menjadi loyo, jalan pun tertatih,
dan letih pun tak terbendung. Kantuk meresap cepat, mata menyipit dan inginkan
segera terlelap dan bermimpi, tapi tiba-tiba “Duar!!!” ntah apa yang terjadi.
Badan ini sakit tak kepalang, membuka mata pun serasa tak kuat lagi.
“Nak, nak..”Seseorang
menepaki pipiku dengan pelan, mata ku membuka perlahan walau sedikit
buram.“Aku, aku dimana, Pak? Kaki ku sakit, aw… badan ku ngilu, apa yang
terjadi? Tempat ini putih, surgakah ini, Pak?Dan bapak sebagai malaikatnya, ibu
itu sebagai bidadarinya?”Gumamku dengan berjuta pertanyaan dan menunjuki
sepasang wanita dan laki-laki paruh baya dihadapan ku.“Kamu di rumah sakit, Nak.
Tadi kamu ketabrak mobil ibu ini.”
Jawab bapak itu dengan menunjuk ibu berjilbab di sampingnya.Aku pun merenung,
memandangi langit-langit ruangan yang putih bersih, isak tangis ku tak bisa
tertahan lagi.Ini menjadi beban derita yang sangat pahit bagiku.“Tuhan, apa
yang kau mau dari diriku ini, bukannya aku menantang takdirmu, tapi aku tak
mengerti ini hidup?Aku seakan menjadi manusia yang paling menderita di dunia
ini, insan yang tiada berguna ini menjadi semangkin terhina. Ya Tuhanku beri
jalan dan petunjuk untukku agar selalu tegar menghadapi apa yang kau limpahkan
ini. Amin” Aku memejamkan mata seraya berdo’a dengan nikmat dan tak
mempedulikan mereka yang tertunduk dan meneteskan air mata melihatku dan
mendengar setiap butir do’aku.
Ada sesuatu yang berbeda ku rasakan, kakiku amat sakit
mengilu-ngilu sedari tadi.“Pak kaki ku kenapa?” tanyaku tenang, menatap bapak
itu yang tertunduk, wajahnya menegang, aku mengerutkan kening tak mengerti.Aku
pun mengalihkan pandangan ku dan mencoba perlahan membuka selimut yang menutupi
kaki ku.“Kenapa kaki ku?Kenapa kalian lipat kaki ku?”Aku pun panik dan menatap
wajah mereka yang tertunduk, ibu berjilbab itu pun menepikkan air mata. Aku tak
mengerti apa yang terjadi pada ku. Tangan lembut ibu berjilbab itu perlahan
menggapai kepalaku dan mengelusnya sembari berkata, “Anak manis, ma’afka ibu
ya. Kaki mu terpaksa harus di amputasi.Tulang betis mu hancur dan tak bisa lagi
di perbaiki, Nak.” Dub… jantungku seakan berhenti berdetak, nadiku seakan
berhenti berdenyut, mata ku mengarah ke satu pandangan. Badanku melemas dan
kaku mendengar kata yang ibu itu ucapkan.“Nak…” sapanya pelan membangunkan ku dari
lamunan ku. “Sudahlah mungkin semua derita ini harus aku emban, walau pun berat
dan menyakitkan. Kakak ku pernah bilang kalau Tuhan tak kan pernah memberikan
suatu cobaan di atas kemampuan umat-Nya.” Aku pun mencoba tegar dan menerima.
“Bu, aku butuh tongkat.” Pintaku seraya bangkit dari tempat tidur itu. “Dan
izinkan aku mencari sosok yang ku cintai sekarang.”Aku pun beranjak dari
ruangan itu dan meninggalkan ibu dan bapak yang tak ku kenal berdua di ruangan
putih itu.Mereka tak menghalangi mauku dan hanya tercengang melihat kelakuan
ku.
Hari ini ku berjalan dengan diri yang baru, dengan organ
tubuh yang tak lengkap lagi, dengan kebahagiaan yang tak lagi sempurna dan
sekarang aku tak tahu harus kemana mencari sosok kakakku yang dahulu pernah
mengisi kesempurnaan bahagiaku walau terkadang duka dan derita yang tiada henti
kami lawan.
Mentari seakan menangis melihat segala derita yang
terpancar dari batin dan jiwa ku.Tapi manusia-manusia yang ada hanya menatapku
tanpa pernah menyapa dan mempedulikan ku.Tapi ya sudah, karena bukan itu yang
ku mau, tapi tugas ku sekarang hanyalah untuk mencari kakakku terkasih yang
meninggalkan ku tanpa mempedulikan keadaanku.
“Eh buntung, busuk banget sih lu?” terdengar suara
seseorang menghinaku. Aku pun hanya diam dan tak menghiraukan.“Eh
buntung!!!Punya kuping gak sih?Lutuh busuk jadi please deh agh minggir dari sini!” Aku masih
tetap diam dan mencoba tuk menenangkan diri agar tidak emosi tapi tiba-tiba,
“Plak” pipiku memerah di tampar oleh manusia tak berkemanusiaan itu. “Eh kau
jangan buat masalah ya sama aku!” bentak ku dengan menunjuk wajahnya dan
menatapnya sadis.
“Eh, eh lu bukannya anak pejabat kaya itu kan?
Putri lu Putri kan? Hahahahaha Putri,
bapaknya pejabat kaya, ibunya desainer terkenal itu jadi anak jalanan yang
baunya busuk dan kakinya buntung? Haa apa gue gak mimpi?”
“Nggak kau takmimpi sama
sekali.Ini bener gue Putri yang
sekarang jadi anak jalanan dan menjadi orang buntung seperti yang kau bilang
tadi. Tapi aku mohon sama dirimu wahai Ratu Penghina, jangan pernah kau hina
aku lagi karena aku bosan mendengar hinaan mu dari dahulu aku masih satu
sekolahan sama dirimu sampai sekarang ku menjadi anak jalanan dan kehilangan
kaki ku. Cukup sudah deritaku jangan kau tambah beratkan.”
“Gue puas melihatmu
menderita, sudah terlalu puas gue, Put. Hahahahah.”
Aku pun beranjak dan
meniggalkan ia yang sedang berbahagia di atas derita yang aku rasa saat ini.
Cewek kaya yang sombong dan tak pernah menghargai orang lain. Itu lah dia,
Viola Si Rayu Penghina.
Hari semangkin panas, jalanan menyepi di tempat kumuh
yang ku lalui.Cukup jauh ku berjalan sampai saat ini di perkampungan kumuh yang
amat kumuh.Selintas fikiranku kembali tertuju kepada orang yang kucari.Mata ku
melirik ke seluruh penjuru mencari sosok itu. Tapi mungkin dia tak ada di sini
apa salahnya ku lanjutkan perjalanan ku, demi kakakku.“Hai cewek buntung.Mau kemana?Hahaha...” suara parau laki-laki menyapa
ku dengan tidak bersahabat.Aku pun getir menoleh ke belakang, jangan sampai
sesuatu terjadi lagi.kulihat dirinya dari bawah sampai atas, aku mengerutkan
kening melihat wajahnya, dank u rasa aku mengenalnya. Ku mencoba mengingat
tajam. “Kakak???” aku berteriak girang,bahagia menyelimuti batin ku yang pernah
terlindas akibat kepergiannya dari rumah. Aku pun spontan memeluk tubuhnya yang
berbau arak menyengat hidungku. Namun, dengan keras ia mlepaskan pelukan ku
hingga ku terjatuh d tengah jalan itu. “Apa kata kau buntung!Aku tak punya adek
yang buntung seperti kau.Adek ku cantik, normal bukan buntung seperti kau!”
bentaknya menyayat hati ku yang baru saja berbahagia.
“Tidak, kau benar
kakakku, Randy.Iya kan?”
“Iya aku Randy tapi aku
tak punya adik buntung!”
“Kau benar kakakku,
Putri kecelakaan kak.”
“Banyak omong kau!”
matanya memerah, aku pun meneguk liurku, jantungku berdetak cepat aku takut ia
melakukan sesuatu yang tak aku ingini. Tangannya yang menggenggam botol minuman
berwarna hijau itu pun menaik, tiba-tiba “Daaarrr!!!”Botol itu di pukulkannnya
ke kepalaku dengan emosi.Ku lihat serpihan beling berhamburan di sekitarku.Aku
pun mencoba tuk berdiri dengan segala tenaga yang ku punya dan mencoba tuk
mengejar orang tadi sampai batang hidungnya pun tak terlihat lagi.Pasrah sudah
diriku, kepala yang di lumuri darah ini sakitnya bukan kepalang.Rasanya sudah
menguasai seluruh badanku.Kesadaran telah lenyap di tengah jalan di tempat
kumuh ku terbaring saat ini.
°
° ° ° ° ° °
Sinar
mentari pagi tepat menerpa wajahku, mata ini perlahan membuka walaupun sedikit
memberat, ntah apa yang telah terjadi lagi pada diriku. Ku lihat diriku
terbaring di tempat tidur empuk yang sudah lama tak ku rasakan.Mataku melirik
kesegala penjuru ruangan itu.Aku merasa tak kenal dan tak pernah ke tempat
seperti ini.
“Dimana ini?” tanyaku
kebingungan. Tiba-tiba sesosok wanita berjilbab mendekatiku, ia membawa perban
dan betadine ntah untuk apa gerangan. “Kamu di rumah ibu, Nak. Masih kenal kan
sama ibu?” aku pun berfikir dank u rasa aku pernah bertemu dengan orang itu
tapi tak tahu kapan dan dimana. “Ibu Nak, yang di rumah sakit itu, ingat kan?”
sambungnya mengingatkan bahwa aku pernah bertemu dengannya.
“Oh iya ingat, iya
Putri ingat.Tapi kok bisa Putri ada
di rumah ibu?”Tanyaku lagi bingung.
“Ibu nemuin kamu di tengah jalan, Nak.Waktu
ibu mau ke tempat anak-anak jalanan, ibu terkejut liat ada anak tergeletak di
tengah jalan, langsung aja ibu bawa ke dokter setelah di periksa ibu rawat kamu
di rumah ibu.Kamu tau gak kamu tuh 7
hari gak sadarin diri, satu minggu
sayang.”
“Apa???Satu minggu, bu?
Ibu gak bohong kan?” aku terkaget
mendengar kata-katanya tadi.
“Iya satu minggu.”
Aku pun segera bangkit
dan kembali teringat akan tugasku untuk mencari kakakku. “Kamu jangan terlalu
banyak gerak, Nak” katanya menegahiku.“Tapi bu, Putri harus segera pergi,
seharusnya selama satu minggu Putri gak sadarini diri, Putri udah bisa nemuin
kakak Putri, bu.”
“biarlah ibu bantu
sayang. Nanti kita cari kakakmu sama-sama ya, tapi kamu harus istirahat dulu,
keadaanmu belum begitu membaik sayang.”
“Nggak bu, Putri harus
ngencari kakak sekarang. Niarlah Putri sendiri bu. Putri beterimakasih banget
sama ibu yang udah nolongin Putri, ngerawat Putri, Putri gak mau banyak-banyak
ngerepotin ibu, Izinin Putri ngencari kakak sendiri ya bu.”
“Putri, kamu tuh udah ibu anggap kayak anak ibu sendiri
sayang, ibu kasihan sama kamu. Ok sekarang ibu izinin kamu tapi janji kamu gak bakalan kenapa-kenapa lagi ya sayang
dan janji kalo kamu udah ketemu sama kakak kamu kesini lagi ya, bawa kakakmu kenalin sama ibu. Ibu sayang sama kamu
nak, anggap saja ibu ini orangtuamu ya nak.” Kata-katanya menggergarkan
batinku, rupanya didunia ini masih ada orang yang menyayangi aku dan didunia
ini aku tak sendiri, ada saja malaikat yang dititipkan oleh-Nya untukku.Aku pun
memeluk erat ibu baruku dan menangis dipelukannya.
“Bu, Putri pergi dulu
ya, do’ain Putri biar bisa ketemu sama kakak.” aku pun berpamitan dengannya dan
menyalami tangannya dan segera melangkah dengan ambisi-ambisi yang masih utuh.
Pusat panas tepat diatas pusat kepalaku, berat langkah
mulai terasa bersama dahaga yang mencekik. Aku pun mencoba tuk beristirahat di
got pinggir jalan yang teraliri air comberan dari perumahan masyarakat sini. Aku
pun merenung dan terdiam sendiri menghilangkan semua lelah yang
tercipta.“Byuuur!!!” tiba-tiba seseorang mendorong ku hingga kaki dan celanaku
basah tercebur didalam air comberan yang ada didepanku.Ku liah orang yang jail
itu lari sembari terkikik tertawa melihat ku basah oleh air kotor.Aku ingat
dia, dari belakang badannya ku tahu dia, siapa lagi kalau bukan Ratu Penghina,
Viola yang memusuhiku sejak dari dulu.Aku pun hanya mengelus dadaku, mencoba
bersabar karna ku tak mau ada kerusuhan.
Hingga kering basah di badanku, aku masih duduk manis
disini memandang tembok rumah orang. “Hai manis, sendiri?” suara laki-laki
menyapaku lembut, aku pun melalakan mata dan takut tuk menoleh kearahnya.“Aku
takut di tempat kumuh seperti ini biasanya banyak orang jahat, uhu jangan
sampai” gumamku dalam hati. “Jangan takut, aku orang baik-baik kok.” Katanya
seakan tahu isi fikiranku sekarang. “Namamu siapa?” Tanya ku seraya melihat
wajahnya,
“Oh namaku Reza,
panggil aja Eja.”
“oh hai Eja, aku
Putri.” Kataku sembari menyulurkan tanganku kepadanya dan dijabatnya kembali.
“kamukok bisa jadi kayak gini, Put?” tanyanya
dengan mengerutkan keningnya dan menatapku tajam
“Iya aku tuh lagi nyari kakakku, sudah berapa minggu aku ngencari dia gak
ketemu-ketemu.Pas seminggu yang lalu aku nemuin dia disekitar sini lagi mabuk.
Pas aku samperin dia gak mau ngakuinkalo aku ini adeknya, gitu
Ja”
“Nama kakakmu siapa,
siapa tahu aku kenal sebab kita disini kenal satu sama lain.”
“oh nama kakakku Randy,
kamu kenal gak?”
“Randy, Randy, oh…
Randy yang badannya tinggi besar itu kan?”
“Ha, iya itu Randy
kakakku.Sekarang dimana dy dimana?” kataku mendesaknya agar dapat member tahu
dimana kakakku.
“Sekarang kau ikuti
saja aku.”
Panas tak lagi terasa,
keinginanku untuk menemui kakakku memang tak terkalahkan oleh apapun karna
rindu ini sudah terlalu mendaging.Suara gitar yang dimainkan anak itu memecah
kseheningan jalan ditempat kumuh ini.Terlihat dari gerak-geriknya dia seakan
terlihat santai sedangkan aku, keinginanku menggebu-gebu agar cepat bisa
bertemu dengan kakakku yang tak pernah ku temui lagi setelah beberapa minggu
terakhir ini.
“Masih lamakah
perjalanan ini, Ja?” tanyaku setengah kelelahan mengikuti jalannya yang tak
tahu masuk ke gang sana gangsini entah berentah.
“Ini udah sampai, itu
kau temui lah kakak kau di dalam rumah kardus itu.” Suruhnya sambil menunjukan
jarinya kesebuah rumah berdindingkan kardus bekas. Aku pun perlahan melangkah
dan tak percaya kalau kakakku saat ini berada ditemapat sedemikian kumuh, lebih
kumuh dibandingkan rumahku dan dia. Perlahan ku buku pintu yang terbuat dari
karung bekas itu, di pandang mataku di rumah yang amat pengap itu terdapat
sesosok orang yang aku kenal yang sedang menuliskan sebuah nama di dinding
kardus rumahnya itu.
“PUTRI” tulisan namaku
yang tertulis dengan menggunakan arang hitam. Aku pun menepaki punggungnya
dengan lembut dan melihat wajahnya untuk memastikan dia benar kakakku apa
bukan. Badannya bergetar saat menatap mataku, ia pun terpejam dan tak sadarkan
diri walau hanya beberapa menit. “Kakak…” teriakku sekeras mungkin hingga ia
yang baru tersadar pun sontak terperanjat. “Adek? Ini benaer Putri adek kakak?”
ia memegang wajahku dengan lembut dengan air mata yang tercucur.
“ Iya kakak ini bener Putri. Kakak kenapa sih jahat sama Putri,
kakak tinggalin Putri berapa lama sudah kak? Putri sendiri ngenderita tau gak
sih kak?”
“Iya sayang kakak minta
ma’af kakak salah, kakak cuman mau mencoba nyari
duit buat bahagiain kamu.”
“tapigak gitu caranya kak, Putri gak butuh duit, Putri tuh bahagia karena
kakak, karena orang yang Putri sayangi.”
“Ma’af dek, ma’af banget, kakak khilaf.Sekarang kakak mau
Tanya, kenapa kaki adek?Kepala adek?”
“Putri ketabrak mobil kak, pas mau cari kakak.Kepala
Putri kakak pukul pakebotol miras pas
kakak mabok.”Jelasku menundukan kepala.Ku lihat kakakkku tanpa kata, dia
terdiam mungkin aku salah berkata, aku terlalu jujur sehingga membuatnya merasa
amat bersalah.
“Dek, kakak yakin,
kakak gak mungkin nerima ma’af dari adek, kakak udah terlalu buat adek ngenderita.Kakak sadar kakak salah,
sekarang adek boleh hukum kakak, kakak terima sayang.”
“OK kak aku hukum
kakak.” Kataku sambil melempar senyum panas kepadanya.
“Apapun hukumannnya
kakak terima dek, apapun!”
“Hukumannya adalah,
kakak harus jaga Putri dan gak boleh
kabur-kabur gak jelas lagi.”
“OK kakak terima,
sekarang kita pulang ya sayang.”
Aku pun kembali melangkah
bersamanya, walaupun aku tak lagi punya ibu dan ayah yang membesarkarkanku
dengan kemewahan saat dulu, tapi sekarang ku mempunyai kakak yang menjadi orang
tua pengganti yang dapat mengajarkanku sesuatu tentang kehidupan yang keras
adanya.